Laman

Selamat Datang

"Perempuan dan sastra itu sama. Sama-sama bisa menyembunyikan apa yang ingin disembunyikan."

Rabu, 16 Maret 2016

Dan Kita Pun Berdakwah

“Dan kita pun berdakwah ...”

Seperti pesawat terbang, kita pun memiliki satu persamaan dengan benda itu. Semua pesawat memiliki Black box di bagian badan pesawat. Black Box atau kotak hitam dianalogikan sebagai otak dari pesawat yang merekam semua kejadian pesawat. Tidakkah anda perhatikan ketika peristiwa pesawat jatuh, maka mereka semua mencari Black Box?
   Sama halnya dengan manusia, ketika ia menemukan kosakata baru, Black Box di bagian otak belakangnya akan menyerap dan jika ia berhasil menyimpan dan mengutarakan kembali kosakata itu, hal tersebut menandakan kosakata baru telah diserap oleh Black Box.
  
Berikut ini sebuah kata yang dapat memudahkan untuk mempraktekkan pernyataan sebelumnya. Anda cukup mengatakan;Hastropie.
Ingat. Hastropie memiliki arti suci.
Hastropie adalah Suci
Hastropie adalah Suci
Maka otak anda akan mulai bekerja, merekam dan memberi sinyal bahwa Hastropie adalah Suci. Sehingga ketika saya pergi lalu mendatangi anda kembali, dan bertanya; “apa itu Hastropie?”
Apakah anda menjawab Suci?
Jika Ya, maka Black Box anda telah bekerja merekam apa yang saya nyatakan mengenai Hastropie. Dan sesungguhnya, tahukah anda apa itu Hastropie? Kata Hastropie baru saja kami karang dan anda tidak akan menemukan kata Hastropie di kamus manapun. Anda terkecoh?
   Benar! Itulah sekelumit bukti bahwa anda pun memiliki Black Box di dalam otak belakang anda yang mampu menyerap segala hal lalu mengaplikasikannya kembali berdasarkan mindset yang telah diatur oleh Black Box. Jika Black box kita menyerap suatu hal yang salah, maka hal salah itulah yang akan teraplikasi dalam kehidupan. Apa jadinya kita?
Benarlah kiranya mengapa di dalam Al-Quran Allah seringkali menyatakan “... Jika kamu orang yang berpikir.” Allah mengutamakan akal dan pemahaman dibandingkan yang lain. Karena betapa beruntungnya makhluk yang bernama manusia, jika ia menyerap kebaikan, menggunakan dan memanfaatkan Black Box untuk menyeru kebaikan. Alangkah indahnya ketika di dalam Black Box manusia itu membentuk sebuah pemahaman, kemudian paham itu akan membentuk karakter kemudian menjelma menjadi tujuan yang memiliki sebuah landasan suci, yakni Allah Ta’ala..
***
Tak ada yang istimewa dalam diri Uwais al-Qarni, pemuda dari Yaman. ia hanya memiliki tanda khusus yakni warna putih di tengah telapak tangannya. Uwais hanyalah seorang yatim yang tinggal bersama ibunya yang buta dan lumpuh. Ia hanya seorang pengembala kambing. Manusia yang tak memiliki makna di antara yang lain, diremehkan, diolok dan dipermainkan. Acapkali ia dituduh sebagai pencuri atau pembujuk. Namun dunia tak pernah membuatnya berpaling dari menerima kebenaran. Ketika ajaran Rasulullah telah sampai di Yaman, hatinya telah terpaut dan langsung memeluk Islam.Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan mereka dengan cara Islam. Uwais berduka. Hatinya seperti hangus bila melihat setiap tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah. Sedang dia sendiri belum berkesempatan.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apakan daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah. Terlebih jika melihat kondisi Ibunya. Siapa yang akan merawat Ibunya selepas ia pergi nanti?
Kapankah aku bisa menatap wajahmu ya Rasulullah?
Kiranya itu yang selalu Uwais batinkan di setiap musim. Ia begitu gelisah. Pernahkah anda merasa begitu banyak luka ketika tak bisa bertemu dengan apa yang anda cintai? Inilah dia, Uwais.
"Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Apabila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang." Ucap Ibu Uwais suatu hari.
Pada akhirnya kerinduan Uwais tak terbendung juga. Perlahan, dengan butiran air mata seorang perindu, ia utarakan niatnya pada Ibunya. Sang Ibu sangat mengerti. Tak jadi masalah jika ia beberapa hari sajaia hanya bersama tetanggnya. Ia relakan Uwais pergi menuju Madinah yang berjarak lebih kurang empat ratus kilometer dari Yaman.
Uwais tak peduli medan panas didepannya. Tak juga denganpenyamun gurun pasir, bukit curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari. Semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi S.A.W yang selama ini dirinduinya.Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi S.A.W, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah 'Aisyah R.A sambil menjawab salam Uwais.
Ternyata Sang perindu akan tetap menjadi perindu. Rasulullah tak ada di rumah melainkan berada di medan perang. Uwais ingin menunggu. Tak apa jika itu memakan waktu lama. Namun, kapankah Rasulullah pulang? Sedangkan Ibunya menunggu di rumah.
dengan berat hati ia mohon diripada 'Aisyah R.A ke negerinya. Sebuah salam rindu telah ia titipkan pada ‘Aisyah ra. Ia melangkah dengan kesedihan yang luar biasa.
Sepulangnya dari medan perang, Nabi S.A.W langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad S.A.W menjelaskan bahawa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit dan sangat terkenal di langit.Mendengar perkataan baginda Rasulullah S.A.W,  'Aisyah R.A dan para sahabatnya tertegun.
Rasulullah SAW bersabda: "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya."
Sesudah itu Rasulullah SAW, memandang kepada sahabat Ali ibn Abi Thalib .ra dan Umar bin Khaththab .ra, kemudian bersabda: "Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi."
Hingga Rasulullah wafat, Uwais al-Qarni tak pernah memiliki kesempatan bertemu. Ia bagaikan pungguk yang merindukan bulan. Ia berkesempatan ikut serta dalam perang dalam kepemimpina Khalifah ‘Umar karena Ibunya telah meninggal dunia. Ia tak tampak istimewa hingga sampai ketika ia pun wafat. Pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang rebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya. Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
"Ketika aku ikut menguruskan jenazahnya hingga aku pulang daripada menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburnya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya."(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qarni pada masa pemerintahan  Umar ra.)
Kepergiannya telah menggemparkan Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Penduduk kota Yaman tercengang.Mereka saling bertanya-tanya "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa? Kerjanya hanyalah sebagai penggembala?"
Begitulah..
Ikhwahfillah, siapakah sebenarnya diri anda?
Apakah anda seorang da’i? Jika ya, berbahagialah!
Bagaimana waktu luangmu? Ingatlah keinginan Uwais untuk berperang namun ia tak dapat ikut serta. Berbahagialah bagi orang yang memiliki waktu lebih banyak untuk bekerja demi mencapai kemenangan Islam ini.
Apakah anda sesulit Uwais?

Tak jadi masalah jika ujian selalu menghampirimu. Atau cemoohan yang membuatmu merasa begitu rendah. Atau tatapan yang hampir saja membuatmu goyah. Tak jadi masalah. Karena pandangan Allah telah menjadi ghoyatuna.***

1 komentar: