Ku pandang wajah Zaki. Ia sebaik-baiknya saudara. Bersayap putih. Mengingatkanku pada kebaikan. Mengingatkanku pada wajah ilahi. Tapi dahulu –sejak bendera penghubung antara aku dan dia tersobek – atau kurasa hingga saat ini ia masih sebaik-baiknya saudara.
Senin, 03 Maret 2014
Dia Tanpa Aku
Dia Tanpa Aku
Maliki menelusuri kamar petakku. Bibirnya berdecak menggerutu. Seraya mengumpulkan helaian koran menjadi satu. Membacanya satu persatu. Tampak jelas riak wajahnya sendu. Katanya, di mana komitmenku? Kau tak mengerti, jawabku.
Dia Tanpa Aku
Di atas Amanah
Ada sebuah catatan menarik dari pertemuan antara Aku dan Dia. Dari beberapa kalimatnya, Ia berkata, “Saya baru bertemu denganmu. Maukah kamu masuk ke rumahku? Mungkin tidak banyak hal menyenangkan.” Ungkapan yang terakhir, ada anggapan bahwa seolah-olah Aku akan menemukan hal buruk.
Langganan:
Postingan (Atom)