Laman

Selamat Datang

"Perempuan dan sastra itu sama. Sama-sama bisa menyembunyikan apa yang ingin disembunyikan."

Selasa, 25 Desember 2012

BILA


BILA
Qanita Asyd

Rabbi..
Bila aku mengingatmu,
Baju kebesaranku jatuh terkapar
Tunduk padamu..
Serta merta aku merasa hina

Bila aku mengingatmu,
Senyumku telah bersatu dengan waktu.
Berpikir Engkau mencintaiku..

Tapi,
Padaku bisikan datang,
“hal paling sedih ketika kau merasa dicintai Allah padahal Allah sedang murka padamu”
Lalu menangislah aku..

Bila aku mengingatmu..
Daun kuning yang gugur tak kusapa.

Selasa, 18 Desember 2012

JEMPUT AKU


JEMPUT AKU
Oleh Qanita Asyd

22. 30 WIB
Wanita senja itu tertatih berjalan menelusuri tapak demi tapak pinggiran hutan. Sungguh terlalu malam baginya untuk sebuah perjalanan tanpa ujung. Berbekal segenggam harapan yang nyaris habis, ia langkahkan kaki tanpa alas. Wajahnya pias dan lusuh. Deru nafasnya terdengar jelas berlomba dengan hati gerimisnya yang sakit bagai disayat sembilu. Genggaman tangannya erat mencengkeram sehelai kain merah yang sepertinya dirobek paksa oleh seseorang. Sesekali diciuminya sambil menangis seraya membisikkan kata demi kata penuh harap.
“Perbekalan telah menipis, nak..” desahnya parau. Tubuhnya menggigil diterpa angin. Sosok itu tampak kacau. Bahkan perompak yang biasa bersembunyi di dalam hutan dan menjegal mangsa tidak sudi meliriknya lantaran ia laksana seonggok daging tanpa jiwa, tanpa harta. Tatapan matanya yang liar mencari-cari sesuatu yang hilang dari dekapannya. Wanita tua itu kini mulai lelah dan mendudukkan dirinya di bawah pepohonan hanya untuk melantunkan syair-syair pedih atau berusaha untuk terlelap walau sejenak agar ia dapat bertemu permata hatinya yang hilang direnggut kelompok brutal di alam bawah sadar.
“Orang-orang berengsek..” desisnya. Ingin sekali ia melakukan suatu hal lebih dari apa yang beberapa minggu kemarin bisa ia lakukan. Mungkin membunuh. Lalu ia akan mengoyak dan mengeluarkan isi perut mereka. Saat itu Ia hanya meronta. Hari itu sungguh kelam tanpa pembelaan. Hari ketika putra terkasihnya dikeroyoki, dilucuti harga dirinya dan diseret hingga ia hanya menyisakan darah anyir dan sehelai kain merah untuk seorang Ibu tua.
Ia terisak. Labirin-labirin otaknya seperti menayangkan kembali kejadian itu dalam tempo lambat. Suara dobrakan pintu, suara langkah-langkah berat, suara tembakan berulang kali..dan teriakannya sendiri. Orang-orang misterius itu menyeret putranya dan dirinya keluar rumah. Wajah muram durja para penduduk yang tak mampu membela membuat hatinya hancur berkeping-keping.
Wanita tua itu menggeliat berharap bisa lolos dari cengkeraman tangan besar yang menawannya. Dilihatnya sekilas, putranya dikeroyoki hingga jatuh terjerembab. Ia meronta. Jiwanya sakit. Ia ingin berlari dan merangkul putranya agar pukulan bertubi-tubi itu terarah padanya saja. “Duh, Gusti……”
“Ini balasan untuk pemberontak seperti dia!” hardik salah seorang dari mereka.
Pemberontak. Ya, pemberontak adalah sebutan bagi orang-orang yang tidak setuju pada gerakan mereka. Entah sejak kapan, kerusuhan telah menjadi bagian dari kampungnya. Dengan mengatasnamakan pembebasan, mereka beraksi membabi-buta demi menguasai daerah. Bertindak menjajah di negeri sendiri dan berani membunuh siapapun yang menghalangi. Terlebih lagi untuk putranya yang dengan berani langsung angkat bicara tentang ketidaksetujuannya.
“Rasa kemanusiaan yang masih dibatasi oleh batas-batas daerah bahkan negara sekalipun, itu bukan kemanusiaan! Untuk itu aku disini!” teriak putranya lantang dahulu. Pemuda itu begitu kokoh memegang prinsipnya. Prinsip kemanusiaan.
Tapi, kini pemuda sekokoh gunung itu ambruk di dalam lingkaran amukan manusia-manusia keji. Tak berdaya tubuhnya, Hancur hatinya kala melihat Ibunya ditampar berulangkali dalam jarak sekitar dua meter darinya. Kaca-kaca murni pecah di matanya. Terus bercucuran kala ia diseret paksa memasuki mobil. Entah akan dibawa kemana dia, yang ia tahu.. itu pasti jauh. Yang ia tahu.. ia akan sangat merindukan Ibunya.
“Keji.. biadab..” desis wanita tua itu lagi, kali ini ia hanya bisa memukuli tubuhnya dengan geram. Flashback yang menari-nari di kepala kembali menebarkan wangi rindu pada putranya. Membuat adrenalinnya kembali melonjak dan meluap.
“KALIAAN SETAAAAN…!!” teriaknya memecah kesunyian malam. Tangannya singgah di dadanya yang naik turun menahan perih. Kerongkongannya terasa sakit menahan tangis. Menahan kesakitan seorang Ibu yang menyesakkan jiwa, menyempitkan dada.
Ditatapnya langit malam. Lama.
Bibirnya gemetar, mengeluh pada Sang Maha Raja.
***
“Suara tembakan! Suara!” seru wanita tua itu. Matanya membelalak dan mencari-cari sumber suara. Suara tembakan itu telah membuatnya terjaga. Burung-burung kecil kaget dan menghindar kabur. Tubuh wanita renta itu bergerak-gerak diantara rerimbunan semak, mengendap-endap mencari sumber suara. Sejurus kemudian, ia tercenung. Sekitar dua ratus meter, tampak siluet-siluet orang bersenjata menodongkan senapan ke arah dua pria didepan mereka yang berpenampilan lain. Seragam yang mereka pakai sama dengan seragam orang-orang yang mendatangi rumahnya!
Tergopoh-gopoh wanita itu melangkah menuju pohon didepannya.
“Aku sudah dekat, nak..” bisik wanita itu. Wajah pucatnya memancarkan cahaya yang telah lama hilang. Udara harap menelusup ke dalam hatinya dan menggedor-gedor pintu semangat. Tak dihiraukannya lagi tubuhnya yang sakit, kaki yang berdarah, atau lapar yang menyiksa. Ia harus menjemput anaknya!
***
Pergi dan larilah secepat yang kau bisa!
Kata-kata itu masih berdenging di telinga. Pemuda berantakan itu berlari terseok-seok. Ia ingat pesan lelaki tua yang membantunya kabur untuk tidak menoleh ke belakang bahkan kembali. Tentu ia akan kembali dengan membawa rombongan pelindung. Ya, kembali. Tapi nanti, tunggu sampai ia bisa berbaring sejenak di pangkuan wanita bersahaja yang beberapa minggu ini telah membuatnya sesak dada karena rindu. Akan ia ceritakan semua, tentang mayat bergelimpangan atau lautan darah yang selama ini membuatnya mual.
Ibu…
Pemuda penuh luka itu tersenyum dalam. Disibaknya semak belukar yang menghalangi langkahnya. “aku harus cepat” pikirnya. Matanya terus menerawang kedepan, memikirkan sang Ibu. Sedang apakah dia sekarang?
Namun, setelah beberapa saat bercengkerama dengan harap, pandangan matanya menemukan jejak-jejak baru. Jejak darah. Jejak yang justru mengarah ke tempat mengerikan itu. Pemuda itu membeku. Jantungnya berdegup kencang. Dihadapannya tergeletak sehelai kain merah yang rasanya tak asing lagi. Tak salah lagi, itu miliknya. Mata sendunya bergerak liar mencari seseorang seraya berbisik dalam hati bahwa ia hanya mengigau. Dengan tubuh yang  masih gemetaran, ia mendengar suara keras. Suara tembakan!
Seperti orang kesetanan ia berlari tunggang-langgang, kembali ke tempat yang paling ia kutuk itu. Seseorang. Ada seseorang yang membuatnya harus kembali. “Ibu….!”
***
Telah kumiliki cinta sederhana
yang membuatku berlari padamu
Tak kusangka, ku dapati engkau berlari padaku lebih dulu..


                                                                                                                                Jambi, 23 Desember’11

Minggu, 16 Desember 2012

KATAKAN PADA MEREKA!



Berikut ini beberapa kutipan pemikiran-pemikiran aneh dan nyeleneh dari pendukung-pendukung JIL.

Di luar itu, saya kadang berpikir apakah orang beragama itu memang harus full time. Tidak bolehkah beragama secara part time. Mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi harus "beragama," sampai mau ke toilet pun harus "beragama." Ke-kaffah-an Islam sering kali juga di ukur dari hal-hal seperti ini. Rasanya enak sekali kalau beragama bisa part time. -A. Rumadi, IAIN Jakarta-

Katakan pada mereka beragama bukan hanya menyandang status Islam. Anda beraktivitas didalamnya dan itu bukanlah aktivitas yang bisa anda kerjakan di sebagian waktu, lalu boleh ditinggalkan di sebagian waktu yang lain. Islam bukanlah aktivitas budaya, olahraga, atau kepanduan yang biasa anda geluti ketika kuliah, lalu anda tinggalkan setelah lulus. Beragama islam dan membelanya bukan hanya anda jalani ketika lajang lalu anda campakkan ketika menikah, punya jabatan, atau sibuk S1 atau S2. Tidak. Bukan seperti itu.
Beragama Islam adalah penyembahan anda kepada Allah SWT. Dan, orang muslim tidak pernah berhenti dari aktivitas islam hingga akhir hidupnya.

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai keyakinan (kematian) datang kepadamu” (Al-Hijr: 99)

Kita harus meninjau ulang konsep atau gagasan tentang keaslian kitab suci. Bagi saya, semua kitab suci adalah asli. Tapi harus diingat bahwa kitab suci itu tumbuh seperti tanaman. Artinya, tidak ada kitab suci yang lahir ke dunia langsung menjadi besar, sebesar tanaman seumur 50 tahun. Kitab suci itu seperti manusia; dia mengalami fase bayi, remaja, dewasa, dan tua. Saya tidak menjumpai sejarah manusia yang langsung jadi. Ketika kita melihat Alqur’an, Taurat, Veda, Injil, dan Upanishad, semua itu adalah kitab suci yang tumbuh. Kalau kita sebut asli bagaimana? Semua kitab suci adalah asli; semua kitab suci adalah sesuai dengan ajaran agamanya, tapi dia berubah atau tumbuh sesuai dengan tahap-tahap yang dia lalui.-Ulil Abshar Abdalla-

Katakan kepada mereka bahwa Al-Quran bukan makhluk seperti yang mereka andai-andaikan “seperti tanaman” atau “seperti manusia”. Al-Quran tidaklah sama dengan kitab lain. Namun sebagai penyempurna dari kitab Taurat dan iInjil. Terlebih Injil yang sekarangpun telah dirusak oleh segolongan orang yang menyukai beberapa ketentuan Allah dan membenci sebagiannya, lalu merombaknya. Bahkan, Al-Quran tidak sama dengan Veda ataupun Upanishad!

Al-Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi’i rahimahullah meriwayatkan ucapan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:
لما كلم الشافعي رضي الله عنه حفصا الفرد ، فقال حفص : القرآن مخلوق ، فقال له الشافعي : كفرت بالله العظيم
“Ketika Asy-Syafi’iradhiyallahu’anhu berbicara dengan Hafsh Al-Fard, dia berkata, “Al-Qur’an makhluk”, maka Asy-Syafi’i berkata kepadanya, engkau telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.
  

Al-Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah rahimahumallah mengabarkan aqidah seluruh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah di seluruh negeri yang mereka temui:
ومن زعم أن القرآن مخلوق فهو كافر بالله العظيم كفرا ينقل عن الملة ومن شك في كفره ممن يفهم فهو كافر ومن شك في كلام الله عز و جل فوقف شاكا فيه يقول لا أدري مخلوق أو غير مخلوق فهو جهمي ومن وقف في القرآن جاهلا علم وبدع ولم يكفر
“Barangsiapa yang menyangka Al-Qur’an makhluk maka dia kafir kepada Allah Yang Maha Agung dengan kekafiran yang mengeluarkan dari Islam, dan barangsiapa yang ragu dengan kekafirannya –dari orang yang sudah memahami masalah- maka dia juga kafir, dan barangsiapa ragu pada kalam Allah  ‘Azza wa Jalla, lalu dia tidak menentukan sikap dalam keraguan dengan berkata, “Aku tidak tahu Al-Qur’an makhluk atau bukan,” maka dia seorang pengikut Jahmiyah, dan barangsiapa tidak menentukan sikap karena tidak tahu (bukan karena ragu), maka dia harus diajari, dibid’ahkan, dan tidak dikafirkan.”

Allah subhanahu wa ta’ala telah mengancam dalam Al-Qur’an dengan ancaman yang keras terhadap orang-orang yang berani berbicara tentang agama-Nya tanpa didasari ilmu. Allah ta’ala berfirman:
وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” [An-Nahl: 116]

Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Q.S Ali Imran: 7)

Selain itu, pendapat JIL yang lain..

Meskipun di mata saya jilbab bukan satu-satunya pakaian yang “Islami”, tetapi di mata banyak masyarakat Islam, termasuk di Amerika, jilbab jelas mempunyai kedudukan yang istimewa di antara pelbagai jenis pakaian yang lain.
Menjadi seorang wanita Muslimah tentu tak berarti mengisolir diri dari masyarakat sekitar dengan menutup seluruh tubuh dengan pakaian tradisional ala masyarakat Afghanistan seperti Burqa. Menjadi Muslimah yang baik bisa terlaksana dengan jilbab, plus jeans, dan kaos yang melambangkan kebudayaan populer masyarakat Amerika. Dengan kata lain, jilbab bukanlah halangan bagi wanita Muslimah untuk melakukan asimilasi dalam kebudayaan lokal. Jilbab bisa bersandingan secara damai dengan ekspresi kultural masyarakat setempat.
Yang menggelikan adalah bahwa kaum Islam fundamentalis itu menganjurkan kembali kepada Islam yang “murni” dengan cara mengadopsi simbol-simbol kearaban. Mereka mengira bahwa memelihara jenggot, memakai jubah putih dan sorban, menutup seluruh tubuh perempuan rapat-rapat (sehingga perempuan mirip sebuah rumah siput yang berjalan beringsut-ingsut) adalah identik dengan Islam yang murni. Mereka tak sadar, bahwa itu semua adalah budaya Arab yang tak harus identik dengan Islam itu sendiri.(Ulil Abshar Abdalla dalam tulisannya “Boston “Hijau Royo-royo””.

Salah satu prinsip JIL (Jaringan Islam Liberal) adalah Liberal-mereka mengagung-agungkan kebebasan namun justru tidak setuju dengan orang yang memakai burka atau jilbab dengan pakaian longgarnya. Lantas? Dimana kebebasan orang-orang muslim? Sekali lagi ketidak konsistenan ini hanya mencerminkan untuk menyudutkan orang-orang Islam. Sesungguhnya Islam itu diturunkan untuk umat manusia, bukan sekelompok manusia saja. Sehingga ketentuan dalam islam berlaku universal.

Sayangnya salah satu pendukung gerakan ini menilai bahwa hal ini dapat diterima lantaran mengambil sepotong hadits Rasulullah SAW tanpa mentadaburrinya. Yakni “perbedaan pendapat di antara umatku adalah rahmat”. Hadits ini tidak shahi dan tidak jelas sanad mau[un matannya. Terlebih lagi, Perbedaan pendapat memang rahmat. Namun apakah jika pendapat itu menyalahi korodor Islam tetap dianggap rahmat seperti JIL yang menyerempet dan nyeleneh? Sehingga mereka menjadikan agama sebagai olok-olokan. Perlu diketahui, Marah pun rahmat maka marahlah untuk hal-hal yang merusak. Lupa adalah rahmat karena jika lupa tak ada, seseorang yang ditinggal meninggal keluarganya akan masih menangis sampai sekarang. Malas itu rahmat maka malas lah melakukan hal-hal yang tidak berguna. Namun, jika suatu hal itu menjadi berlebihan maka itu bukan lagi rahmat. Tapi musibah.
 Dan menutup aurat itu telah diperintahkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran.. (untuk wanita beriman tak peduli arab, Indonesia, Eropa, dan lain-lain)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita... (QS an-Nur [24]: 31)


Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari)

Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)

Maka pantaslah mengapa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Artinya : “Yang paling saya khawatirkan atas adalah orang munafik yang pandai bicara. Dia membantah dengan Al-Qur’an.”
Beliau juga bersabda:
Artinya : “Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur’an padahal merekalah yang mencampakkan Al-Qur’an”
Mengapa demikian? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. [Lihat Ahmad Thn Umar
al-Mahmashani: 388-389]